Ada keluh kesah keluar dari mulut si sakit yang berbaring lemah tak berdaya,
Ada tangis dan air mata mengalir di pipi si ibu yang ditinggalkan buah hatinya,
Ada kesedihan yang mendalam tergambar di wajah si miskin yang tak berada,
Ada penyesalan yang tanpak di mata seorang yang berdosa,
Ada secercah harapan dilantunkan dengan merdu oleh kedua orang tua dalam do’a mereka untuk anak- anaknya,
Ada cucuran keringat mengalir dari pori-pori si tua yang jauh dari anak-anaknya,
Ada tawa dan jenaka sang penghibur di dunia laga yang bekerja demi uang rupiah,
Ada masalah yang menimpa,
Ada ujian yang mendera,
Adakah dari mereka yang ingat akan diriNya?
Dialah sang pencipta,
penguasa alam semesta.
*Jakarta, 27 Juni 2009
DIAM
Diam,
Semua diam
Mengapa harus diam?
Mulut tak bisu
Mata tak buta
Tibalah masa
Di mana mata menjadi buta
Hilanglah rasa iba
Lenyaplah kata-kata
Dulu
Rumah bagai istana
Kini hening bagai "astana"
Dulu
Hartamu berlimpah
Kini
Hanyut bagai limbah
Roda kehidupan terus berputar dalam peredaran zaman
Yang sejahtera yang sejahtera
Yang sengsara yang sengsara
Hidup nafsi – nafsi
Hanya karena ambisi duniawi
*setahun yang lalu di kampung halamanku
CINTA
Padaku ada sebuah rasa,
Rasa yang belum terungkap,
Rasa yang telah lama terpendam,
Rasa yang tercipta sejak dulu kala,
Rasa yang wajar bagi setiap manusia,
Rasa yang tak terlarang namun punya suatu aturan,
Rasa yang tertanam dari lubuk hatiku yang paling dalam,
Adakah rasa yang memahami rasaku ini?
Cinta…
Rasa itu semakin menggelora,
Namun aku takut,
Takut sang empunya rasa,
Takut rasa ini melebihi cintaku padaNya,
Ya Robb…
Maafkan hamba,
Hamba terlalu lemah dan tak bisa berdusta ,
Haruskah kuungkapkan rasa ini padanya?
agar aku tak menderita
Jakarta, 4 Juli 2009
SAAT RAMADHAN
Saat mata ini memandang Keindahan paras wanita
Saat itu juga kutundukan hatiku dan berpaling pada Keindahan bidadari di surga
Lalu ku tahu semua itu hanyalah fatamorgana dunia
Kala mata ini melihat megahnya suatu istana di dunia
Kala itu juga mata hatiku tertuju pada lebih megahnya istana di surga,
Lalu dimataku menjadi tak berhargalah bergelimangnya harta
Saat telingaku mendengar alunan lagu yang mengumbar syahwat
Saat itu juga kuteringat akan pahala satu huruf dari ayat – ayatNya
Lalu kualihkan telingaku agar mendengarkan indahnya lantunan ayat suci Al Quran
kuraih dia dan perlahan kumulai membacanya
Kala nafsuku mengajakku untuk masuk ke dalam rambu- rambu laranganNya
Namun ku teringat akan siksa kubur yang sangat pedih dan penuh derita
Ketika perut ini menahan rasa lapar, dan mulut ini kubiarkan kering karena kehausan,
Namun ku ingat akan janjiNya sebagai balasan dari puasaku di akhirat kelak…
Semua itu kulakukan untuk tamu yang mulia
Ramadhan…
*Jakarta, Ramadhan tahun lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar